
JEJAKKHATULISTIWA, Kutai Timur – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Kesehatan secara khusus fokus pada penanggulangan Tuberkulosis (TBC), yang menjadi salah satu dari tiga penyakit yang mendapat perhatian serius. Kepala Dinas Kesehatan Kutai Timur, Bahrani, menjelaskan bahwa selama ini upaya penanganan TBC di wilayahnya dianggap belum optimal karena hanya melibatkan tenaga medis.
“Selama ini penanganan TBC dianggap masih kurang maksimal,” katanya pada Selasa (7/11).
Ditambahkannya, mengatasi masalah TBC bakal jauh lebih efektif apabila mencontoh penanganan COVID-19. Dimana semua elemen masyarakat dalam hal ini dilibatkan. Sebab, salah satu dorongannya yakni kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan di saat yang sama pemahaman masyarakat pun bakal meningkat mengenai TBC.
“Melalui program Germas (gerakan masyarakat hidup sehat) sehingga masyarakat dapat memahami lebih tentang TBC dan penularannya dengan harapan tidak hanya mengobati tetapi TBC juga dapat dicegah,” tambahnya.
Bahrani optimis jika langkah-langkah yang tepat dilakukan, pada tahun 2030 jumlah penderita TBC di Kutai Timur dapat berkurang hingga sekira 20 persen dari jumlah saat ini. Namun, upaya itu harus didukung oleh data yang akurat dan tindakan yang konsisten dari semua pihak terkait.
Sebagai informasi, melansir Tribun Kaltim, penderita TBC di Kutai Timur per Agustus 2023 mencapai 470 kasus, dari situ sebanyak 117 kasus diderita anak-anak. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Kutai Timur, M Yusuf, Senin (18/9).
Melalui laman tbindonesia.or.id, sampai saat ini sebanyak 969 ribu orang dengan TBC, 28 ribu orang dengan TBC resistan obat, 144 ribu kematian dan 86 persen keberhasilan pengobatan. (Roy)