Operasi TPST Timbulkan Masalah, Warga Desak Pabrik Segera Dipindahkan
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, Kutai Timur – Nyaris saban hari, puluhan kepala keluarga yang bermukim di sekitar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Prima Sangatta Eco Waste diduga terpapar hasil pembakaran sampah dari pabrik besutan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Karena kondisi itu, terdapat beberapa masalah yang ditimbulkan akibat pengoperasiannya.
Belum lama ini operasi pabrik TPST dengan konsep Eco Waste satu-satunya di Kutai Timur itu menuai banyak protes dari warga. Terutama yang mendiami wilayah RT 04, RW 01, Jalan Rawa Sari, Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur.
Setidaknya selama dua tahun terakhir sejak awal 2022 yang lalu, para penduduk kerap kali memprotes seluruh aktivitas TPST. Mulai dari hilir mudik truk bongkar muat sampah ke pabrik yang mengganggu mobilitas pengguna jalan, gangguan kesehatan hingga masalah lingkungan.
Salah satu warga itu yakni Awino, bukan nama sebenarnya. Saat dijumpai reporter Jejak Khatulistiwa di kediamannya yang hanya berjarak sepelemparan batu dengan pabrik, ia terang-terangan mengungkapkan keluhannya.
“Pertama nih, ya, pasti bau nya itu … pokoknya, ya, bau sekali lah,” ungkap Agus di pelataran rumahnya.
Bukan hanya menimbulkan aroma tak sedap, akibat asap hitam sisa pembakaran sampah dari TPST itu terbawa embusan angin dan menyebar ke rumah-rumah warga termasuk ke kediamannya. Membuat ia dan anggota keluarganya terganggu karena banyak lalat beterbangan di dalam rumahnya. Dan pada saat yang sama ia juga khawatir bakal menderita gangguan kesehatan.
Selain itu, masalah lain yang turut dialami olehnya yakni kebisingan. Saking berisik aktivitas pabrik membuat dirinya sulit untuk tidur lebih awal ditambah lagi ia sering terbangun pada sepertiga malam.
“Hitam-hitam itu (debu sisa pembakaran), kan, bahaya sekali itu kalau kita pas hirup udara kan,” terangnya.
Awino adalah seorang karyawan perusahaan swasta, meski begitu ia tidak ragu menyampaikan keluhannya ke sesama karyawan yang bekerja di bawah operasi PT KPC. Bahkan suatu ketika pada medio 2022 lalu, ia mengirimkan salah satu bukti berupa dokumentasi yang menunjukkan dugaan pencemaran lingkungan dari pabrik ke sebuah grup whatsapp internal perusahaan tersebut melalui rekan kerjanya.
Meskipun tidak memperoleh tanggapan, keputusannya mengirim bukti tersebut supaya masalah yang ditimbulkan dari aktivitas TPST bisa segera ditangani oleh perusahaan atau pemerintah setempat. Sebab sudah selama setahun ia tidak pernah membuka jendela rumahnya dan bahkan sungkan menerima tamu ke kediamannya karena kekhawatiran tadi. Oleh sebab itu ia dan puluhan kepala keluarga disana mendesak pemerintah dan PT KPC agar segera memindahkan pabrik ke tempat lain.
Berbagai keluhan warga di sekitar pabrik pengolahan sampah itu baru-baru ini ditanggapi oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kutai Timur, Armin Nazar. Katanya, zona penyangga sepatutnya ada di TPST dengan ditanami pepohonan agar menekan bau tak sedap meluas ke luar area pabrik.
“Harusnya ada area buffer zone, tapi karena lahan itu memang hanya pas untuk pembangunan gedung makanya tidak ada area penangkal bau keluar,” kata Kepala DLH itu kepada para awak media saat dijumpai di kantornya belum lama ini.
Atas dasar itu pula dan dampak lingkungan lainnya, DLH Kabupaten Kutai Timur berencana memindahkan TPST tersebut. Dengan berkordinasi bersama instansi yang membidangi untuk melakukan relokasi dan mencari lahan baru milik pemerintah.
Akan tetapi, sambungnya, berdasarkan sejumlah rekomendasi yang sudah diperoleh pihaknya, saat ini rata-rata lahan milik pemerintah sudah dipadati permukiman penduduk. Karena kondisi demikian ia akui tak ada bedanya apabila pindah ke lokasi yang berbeda.
“Kami pun tetap minta tolong cariin lahan yang jauh dari pemukiman,” tandasnya.
Sebelumnya pada Rabu, 16 Agustus 2023, pukul 09.15 wita, reporter Jejakkhatulistiwa.co.id mengirimkan lima pertanyaan via pesan WhatsApp ke General Manager External Affairs and Sustainable Development (GM ESD). Namun hingga berita ini diterbitkan, GM ESD PT KPC belum memberikan keterangan.
Untuk diketahui berdasarkan laporan keberlanjutan PT KPC Tahun 2021 TPST sanggup beroperasi dengan kapasitas mencapai 50 ton per hari. Dan hasil akhirnya nanti berupa abu yang dijadikan bahan pengganti pasir untuk pembuatan paving block dan batako.
Di atas lahan seluas 1.800 meter persegi itu dibangun sejumlah area dengan menghabiskan dana sebesar Rp16,9 miliar. Pembangunan TPST sebagai wujud komitmen perusahaan untuk menanggulangi masalah sampah di Kota Sangatta. (Jk)