Polsek Muara Wahau Amankan 6 Penambang Emas Ilegal
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, KUTAI TIMUR – Berdasar laporan masyarakat Desa Marah Haloq, Polsek Muara Wahau menertibkan aktivitas tambang emas ilegal di sekitar Sungai Mara Marah, Kecamatan Telen. Enam penambang dan peralatan mesin penyedot tanah berikut perahu diamankan dalam penertiban.
“Setelah melakukan pengecekan di sepanjang Sungai Marah Haloq menggunakan perahu ces, keenam penambang sedang melakukan aktivitas penambangan emas segera kami amankan,” terang Kapolres Kutai Timur AKBP Ronni Bonic melalui Kapolsek Muara Wahau AKP Satria Yudha WR melalui keterangan tertulis yang diterima media ini, Kamis, 25 April 2024.
Dikatakan Satria aktivitas penambangan ilegal sudah mereka lakukan sekira empat bulan dengan metode penambangan menggunakan mesin pompa. Mesin pompa digunakan menyedot material pasir dan tanah di dasar sungai, lalu dialirkan ke karpet yang telah dipasang di bagian atasnya sehingga menyebabkan air sungai keruh.
“Pemerintah Desa Muara Haloq sudah memberikan surat peringatan menolak aktivitas penambangan emas itu, tapi tidak pernah dihiraukan. Mereka juga mencatut nama beberapa pihak seolah aktivitas mereka diizinkan,” kata Satria di Muara Wahau pada Jumat, 26 April 2024.
Satria menambahkan pihaknya sedang melakukan pengembangan penyelidikan atas kasus tersebut, dan untuk mencegah kejadian serupa, Polsek Muara Wahau sudah memasang baliho larangan melakukan penambangan emas di sepanjangan Sungai Mara Marah.
Penelusuran media ini, aktivitas eksplorasi emas di lokasi Sungai Mara Marah sebenarnya sudah dilakukan sejak pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya, di tahun 1995-1996, perusahaan kontroversial Bre-X yang melakukan penipuan dokumen pertambangan di Busang, pernah juga meneliti potensi emas wilayah Sungai Mara Marah. Dari situlah, warga menganggap wilayah Sungai Mara mempunyai potensi emas. Sekadar informasi, Sungai Mara Marah adalah bagian dari hulu Sungai Mahakam di wilayah Kutai Timur.
Berbeda dengan aktivitas penambangan emas di Kalimantan Barat (Kalbar) yang bisa dilakukan warga dengan leluasa, karena warga mengajukan izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Di Kalbar, Kementerian ESDM mengakomodasi 199 WPR dengan luas 11.848 hektare untuk penambangan mineral logam maupun batubara.
Sementara di Kalimantan Timur, tidak ada satu pun WPR yang diajukan meski di beberapa lokasi seperti di Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Berau sudah ada penambangan yang dikelola oleh masyarakat lokal. (*/JK)