AdvetorialKutai TimurPemerintahanTerkini

Sekolah Ramah Anak, Harus Libatkan Anak Buat Aturan Bersama

JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID – Mewujudkan sebuah Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) merupakan salah satu indikator yang dapat di ukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Demi mewujudkan Kabupaten Layak Anak yang berkelanjutan maka harus memenuhi salah satu syarat yakni menciptakan sekolah ramah anak (SRA). Dalam lingkup Sekolah Ramah Anak harus menerapkan kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada anak.

“Salah satu syaratnya adalah mengajak anak untuk terlibat dalam membuat tata tertib sekolah, sebagaimana dalam bunyi pasal 4 Undang-Undang No.23 Tahun 2002,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kutai Timur (Kutim) Aisyah.

Ia pun menjelaskan bahwa anak memiliki hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta tidak mendapatkan kekerasan dan diskriminasi.

“Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak,” jelasnya.

Berdasarkan Panduan Sekolah Ramah Anak (2015) yang dibuat oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, definisi konsep sekolah ramah anak adalah bentuk pendidikan formal, non formal, serta informal.

Di mana sekolah memiliki sifat aman, bersih, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, demi menjamin, memenuhi, serta melindungi hak anak serta perlindungan anak sekolah dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan di bidang pendidikan.

Untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan menyenangkan bagi anak sekolah. Penerapan Sekolah Ramah Anak ini tidak hanya mengandalkan peran dari pihak guru dan sekolah saja, melainkan juga dari siswa, orang tua, serta masyarakat.

Baginya peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan agar penerapan Sekolah Ramah Anak dapat terwujud. Contohnya ; keluarga sebagai pusat pendidikan utama dan pertama bagi anak, sebagai wadah berekspresi dan berkreasi. Lingkungan sekolah dalam perannya melayani kebutuhan pendidikan anak, kepedulian, menghargai, juga sebagai motivator, fasilitator sekaligus sahabat bagi anak. Kemudian masyarakat, komunitas atau wadah pendidikan setelah keluarga, lalu sebagai penerima keluaran sekolah.

“Ilmu yang dapat diterapkan ada non diskriminasi, memperhatikan kepentingan anak, kelangsungan hidup dan perkembangan, menghormati setiap sudut pandang anak, dan sistem pengelolaan yang baik,” pungkasnya.

Membangun sebuah konsep Sekolah Ramah Anak kata Aisyah bukan berarti harus membangun sekolah baru. Melainkan suatu unit satuan pedidikan harus mewujudkan dan memiliki konsep yang sesuai dengan unitnya.
Konsep tersebut mengacu pada perlindungan dan pemenuhan hal anak selama di sekolah. Seperti Bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat, asri, dan nyaman. (Adv/jk)

Editor

Menyajikan berita yang aktual dan terpercaya

Related Articles

Back to top button
error: Content is protected !!