JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, SANGATTA– Syahrilyansyah Ketua / Pemangku Lembaga Adat Besar Kutai Sengata (LABKS) Pemangku Adat Sengata Puak Pantun mengenalkan sedikit tentang sejarah keberadaan Kutai Sengata Puak Pantun, Puak Pantun adalah suku tertua di Kalimantan Timur, dan merupakan suku atau puak tertua di antara lima suku atau Puak Kutai lainnya, mereka adalah suku yang mendirikan kerajaan tertua di Nusantara yaitu kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman pada abad keempat Masehi. Terkait adanya lima puak Syahrilyansyah tidak tahu pasti namun sesuai susur purus atau silsilahnya adapun orang Sengata itu sukunya Pantun atau Puak Pantun yang hidup disekitar Kongbeng, Telen, dan menetap di Sungai Kepet daerah hulu sungai Sangatta hingga turun temurun sampai saat ini.
Sembari duduk ditemani rintik hujan Syahriliansyah mengisahkan dulunya Kutai dihuni oleh lima puak yaitu, Puak Pantun yang tinggal di sekitar Kecamatan Muara Ancalong, Kutai Timur dan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Puak Punang yang tinggal di sekitar Muara Muntai, Kutai Kartanegara dan Kota Bangun. Puak Pahu yang mendiami daerah sekitar Muara Pahu, Muara Kedang, Kutai Barat, dan Puak Tulur Dijangkat yang mendiami daerah sekitar Melak, Kutai Barat, serta Puak Melani yang mendiami daerah sekitar Kutai Lama dan Tenggarong.
Pria kelahiran 1968 ini ingin mengenalkan kepada masyarakat Kutai Timur (Kutim) bahwa masyarakat hukum adat Kutai Sengata Puak Pantun itu ada, keberadaan Kutai Sengata Puak Pantun dirasakannya mulai terkikis dengan banyaknya organisasi kemasyarakatan. 2016 berdiri Lembaga Adat Besar Kutai Sengata di Kutim, berbadan hukum yang di disposisi kan oleh Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara Adipati Parboe Anoem Soerya Adiningrat kepada Bupati Kutim saat itu, setelahnya diberikan mandat kepada Syahrilyansyah. Kemudian 2020 tertuang dalam SK Bupati Ismunandar Nomor 189, bahwa Syahrilyansyah,SE,.MH sebagai Pemangku Adat Kutai Sengata Puak Pantun Kutim sampai 2025, dan sebelumnya ditetapkan oleh Putra Mahkota Sultan Kutai Kertanegara Ing Martadipura nomor 043/SEK-KD/KK/1V/2018.
Dengan wilayah adat meliputi empat Kecamatan Sangatta Selatan, Sangatta Utara, Rantau Pulung, Teluk Pandan.
Selanjutnya 2017 keluar surat keterangan oleh Asisten 1 atas nama Bupati Kutim, nomor 224/591/PEM,/ 2017 dan dikukuhkan oleh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura 113/SEK-KD/KK/VIII/2020 dan Menteri Adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Tercatat dalam ingatannya tentang “Salasilah Sangatta Dimasa Lampau dan Kini” turunan Gembara tiga orang Unggil, Amid, Gedak, turunan Djanti dua orang Gerayan dan iparnya Walan, turunan Karti satu orang Bidjak. Dulunya Bungul beristrikan Bilis memiliki anak Sendawan, Bungul memilik dua saudara Sehet dan Derayan.
Dengan tersenyum Syahrilyansyah mengisahkan salasilah atau lontar Singa Karti di Loah Empang Kampung Sangatta ada Singa Geweh, Singa Karti, Singa Muda, Bilah, Kacup. Singa Muda menjadi Kepala Adat pada 1751-1781, Macan 1781-1801, Karti 1801-1830, Tali 1830-1842, Bungul 1842-1855, Sampai 1855-1901, Bijak 1901-1911 pada saat itu disebut sebagai petinggi, A.Masman 1911-1930, Sempulan 1930-1955, Dahlan 1955-1960, lalu ditahun selanjutnya disebut dengan Kepala Kampung Abd.Gani 1964-1967, Tjok 1964-1967, M.Pital.B 1972-1977, Abd.Hamid 1977-sekarang.
Sejarah turun temurun atau susur purus dalam bahasa Kutainya, harusnya jadi perhatian dari pemerintah suku asli yang mendiami Kutim jangan sampai terlupakan.
Pria yang bertitel SE,.MH ini menyebut Kepala Adat pada 1678 adalah Gembara,1709 Djanti oleh Djanti karena melanggar janji kekuasaan dan kepala adat dari Sengata Kepet hingga wilayah Sengata seluruhnya kepada Singa Tua, Singa Tua menjabat
pada 1721 – 1737
Singa Tua mempunyai anak Singa Geweh, Nung Bakung , Singa Muda di 1737 – 1751
Singa Geweh mempunyai anak Tali , Tali mempunyai anak Biji, Muku, Umar, Berahim, Purnama, Lipat dan Fajar.
Fajar beristrikan Tugau dari suku Basap Bengalon dan mempunyai anak Kupah dan Alit.
Masrun beristrikan Tenok binti Aji Simbang bin Aji Tewe, Masrun mempunyai anak H.Ias, H.Ibat, Hj.Maryam, Hj. Dak, Hj. Mal. Lalu H.IAS beristrikan Hj. Halimah binti H.Come.
Hj. Halimah ber ibu kan Hj.Aji Dijah binti H. Aji.Masman bin H.Aji Masbah.
H.IAS mempunyai anak
NI, IRIL Syahrilyansyah, Mansur, Juhari ( Erik Sugianto) , Maspah, Budiansyah ( almarhum)
1751 – 1781 kepala adat Singa Muda.
Singa Muda mempunyai anak Karti, Sengkar,Sinan, Kacup, dan Katin.
Pada 1781 – 1801 kepala adatnya Macan, di 1801 – 1830 kepala adat Karti, lalu 1830 – 1842 kepala adat Tali, kemdudian 1842-1855 kepala adat Bungul, setelah itu 1855-1901 kepala sampai,
Tahun 1901 – 1911 berubah menjadi petinggi,1911 – 1930 petinggi Aji. Masman bin Aji Misbah, kemudian 1960 -1964 menjadi kepala kampung, 1967 – 1972 kepala kampungnya Abd Ripai Gani.
Tahun 1972 – 1977 kepala kampung M.Pital.B 1977 kepala desa sampai sekarang,
Tahun 1999 di kuasakan ketua adat sengata ( pembangunan) kepada Muis Kasim.
Pria dengan pendidikan Strata Dua tidak menyangka jika keberadaan Kutai Sengata Puak Pantun masih juga belum diakui pemerintah daerah perihal keberadaannya. Berdasarkan surat organisasi LBAKS Nomor 1/LBAKS-KT/IX/2019, (15/4/2019) perihal laporan pergantian kepengurusan LABKS sesuai Undang-Undang 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dan peraturan pemerintah nomor 58 tahun2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang 17 tahun 2013 yang menerangkan bahwa LABKS telah melapor atau memberitahukan keberadaannya kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Menikmati secangikr teh ditemani gemericik suara hujan Syahrilyansyah dengan aksen khas Suku Kutai menyebutkan jika LABKS memiliki legalitas organisasi sebagai berikut SK Kemenkumham Nomor AHU-006700.AH.01.07.2016 selembar kertas putih beriisikan tulisan tinta hitam membuktikan bahwa LABKS resmi secara hukum dan diakui oleh negara.
Bulir hujan membasahi jendela rumahnya, di Jalan Poros Sangatta-Bontang Nomor 41 RT 01 Sangatta Selatan Syahrilyansyah mengaku bimbang menanti jawaban pemerintah daerah. Benaknya bertanya sampai kapan pengakuan itu diberikan. Masyarakat hukum adat harus ada ia tidak ingin suku asli Sangatta tersingkirkan.
Mengeratkan genggaman tangannya, pria (53) satu persatu membuka bukti surat menyurat yang masih ia simpan panitia masyarakat hukum adat Kutai Timur yang di Ketuai Sekertaris Daerah Kutim Irawansyah sudah berproses sampai kelapangan menemui masyarakat adat dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya. Masyarakat adat Kutai Sengata Puak Pantun tinggalnya tidak berkelompok, pada umumnya Kutai Sengata Puak Pantun tidaklah jauh berbeda dari adat istiadat dan di kehidupannya sehari-hari dengan suku Kutai lainnya. Kutai Sengata atau Urang Sengata hanya memiliki perbedaan dari bahasanya saja.
Lanjut pria yang memiliki hobi mancing ini, sesuai keputusan Bupati Kutai Timur nomor 189/K.262/2020 tentang penetapan Pemangku Adat Kutai Sengata Puak Pantun periode 2020-2025 bahwa masyarakat adat besar beserta hak-hak tradisionalnya yang diwariskan secara turun-temurun merupakan kekayaan budaya Bangsa Indonesia sehingga keberadan dan perannya sebagai perekat kehidupan bermasyarakat sangatlah penting dalam mensukseskan pembangunan daerah khususnya Kabupaten Kutim.
Hujan mulai mereda dingin merasuk ke jiwa dengan suara lantang Syahrilyansyah menegaskan ia sebagai pemangku LABKS memiliki tugas dan fungsi sebagai perekat kehidupan masyarakat, melestarikan dan menjaga budaya adat istiadat Kutai Sengata Puak Pantun. Merangkul seluruh suku Kutai khususnya ia tidak ingin ada perbedaan, ia ingin menghidupkan kembali kesenian Kutai, Budaya Kutai, adat istiadat Kutai dengan harapan agar suku asli Kutai Timur jauh lebih dihargai dan dihormati.
Satu persatu dokumen ia buka sampailah pada berkas yang bertuliskan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum di Provinsi Kaltim dengan ditetapkannya peraturan daerah ini maka pemerintah kabupaten/kota segera menindaklanjuti dengan menetapkan peraturan daerah sesuai dengan kewenangan dan agar dapat menyesuaikan dengan peraturan daerah ini paling lama 12 bulan sejak diundangkannya. (Jk)