Fraksi Golkar Kutim Berikan Masukan Raperda Pertanggungjawaban APBD 2021
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, KUTAI TIMUR – Senin (20/6) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim gelar rapat paripurna ke 16 penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi dalam dewan terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran (TA) 2021. Anggota Komisi A DPRD Kutim, Sayid Anjas yang juga politikus Partai Golongan Karya (Golkar) pun menyampaikan beberapa poin masukan dan catatan terhadap Raperda pertanggungjawaban APBD TA 2021.
1. Kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dapat dianalisis dengan menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD. Melakukan analisis rasio keuangan pada APBD berarti membandingkan hasil yang telah dicapai pada satu periode dengan periode sebelumnya sehingga kecenderungan yang terjadi dapat diketahui. Hendaknya temuan dan catatan serta rekomendasi pada periode sebelumnya menjadi menjadi titik tolak pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah lebih baik.
2. Pencapaian target realisasi anggaran dan kinerja yang sudah baik khususnya pada urusan wajib pelayanan dasar dapat terus ditingkatkan dengan alokasi anggaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Fraksi Golkar memberikan apresiasi atas upaya pemerintah daerah dalam mencapai realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menunjukan kinerja yang terus membaik dalam periode 3 Tahun terakhir. Hal ini menjadi indikator bahwa potensi PAD telah di digarap secara optimal.
3. Patut di pahami bersama bahwa pengelolaan keuangan daerah merupakan kewenangan kepala daerah yang di serahkan penatausahaan hingga pelaksanaannya kepada SKPD sesuai peraturan perundang-undangan. Pada laporan realisasi anggaran dan kinerja masih terdapat kelemahan dalam penyerapan anggaran hendaknya dilakukan evaluasi dan kelola keuangan yang baik.
“Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD TA 2021 harus mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang keuangan daerah bahwa laporan keuangan daerah terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), laporan perubahan saldo lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan,” paparnya.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 (UU No. 15/2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut berupa opini, temuan, kesimpulan atau dalam bentuk rekomendasi.
“DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kewenangan dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah. Pengawasan itu di lakukan pada saat pembahasan laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) dan Pembahasan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (LHP) setelah menerima laporan dari BPK. Pengawasan terhadap kinerja keuangan daerah dilakukan sesuai kewenangannya yakni memberikan rekomendasi perbaikan konstruktif terhadap pengelolaan keuangan daerah. Perbandingan pencapaian tahun sebelumnya,” pungkasnya. (ADV/JK)