Hadiri Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kutim, Pemangku LBAKS Buka Suara
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, Kutai Timur – Sebagai Masyarakat Adat Kutai termasuk para tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda seperti Garda Pemuda Kutai Timur (GPKT) yang mendiami tanah Tuah Untung Bumi Benua hadir dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Mahyudin. Kegiatan ini berlangsung di Jalan Soekarno Hatta Desa Singa Gembara, Kutim. Senin (1/7/2022).
Syahriliansyah Ketua atau Pemangku Lembaga Adat Besar Kutai Sengata (LBAKS) Puak Pantun mengatakan tujuannya hadir secara langsung dalam acara tersebut untuk mengingatkan kembali masyarakat agar memahami lebih dalam mengenai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila, Undang-Undang 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
“Kegiatan sosialisai empat pilar kebangsaan tersebut dapat berdampak pada meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Syahriliansyah.
Syahriliansyah melanjutkan, pemahaman Empat Pilar sangat penting sebagai benteng dari pengaruh negatif terhadap masyarakat, baik pengaruh interaksi yang datang dari dalam maupun dari luar. Melalui Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) masyarakat Indonesia yang beragam terdiri dari berbagai suku, agama dan budaya khususnya di Kutai Timur ini bisa menjadi bangsa yang besar.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu juga, Syahriliansyah menyampaikan keluhannya kepada Mahyudin Wakil Ketua DPD RI terkait pengakuan masyarakat hukum adat di Kutim yang sampai saat ini masih belum jelas sebab belum ditetapkannya atau diberikan SK oleh Bupati Kutim. Syahriliansyah memahami status masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum dalam penguasaan hutan adat ini tidak otomatis akan berjalan mulus, dirinya sejauh ini sudah berupaya memenuhi apa saja yang menjadi ketentuan dan persyaratan tersebut.
“Kenapa sampai saya menyampaikan itu disini kepada Bapak Mahyudin, itu karena selama ini kami sebagai masyarakat hukum adat Puak Pantun seperti di pingpong. Keberadaan kami sampai saat ini masih belum diakui. Padahal secara syarat kami sudah memenuhi itu,” tukasnya.
Ia memaparkan Berdasarkan surat organisasi LBAKS Nomor 1/LBAKS-KT/IX/2019, (15/4/2019) perihal laporan pergantian kepengurusan LBAKS sesuai Undang-Undang 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dan peraturan pemerintah nomor 58 tahun2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang 17 tahun 2013 yang menerangkan bahwa LBAKS telah melapor atau memberitahukan keberadaannya kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya tetapi penggunaannya-pun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diatur dalam undang-undang”.
Berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam sistem hukum Indonesia. Di samping itu juga diatur dalam pasal 3 UUPA, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Menanggapi hal itu, Mahyudin dirinya mengaku belum memahami permasalahan itu secara luas sehingga dirinya belum berani memberikan statement. Pastinya dari pihak pemerintah telah memverifikasi data dan bukti di lapangan tentang kepengurusan itu. Akan tetapi meskipun ini bukan dari tugasnya, Mahyudin menegaskan dirinya akan bersikap objektif dalam menanggapi permasalahan pengakuan masyarakat hukum adat di Kutim.
“Saya objektif saja, apabila dari sisi legalitas dan sebagainya tidak memenuhi maka saya tidak bisa memberikan harapan kepada mereka. Saya orangnya prosedural jadi jika memang aturannya terpenuhi lengkap, lalu kendalanya dimana ? Kita akan coba cari solusinya. Perlu diingat apabila mereka masyarakat hukum adat mengajukan data secara komplit untuk saya pelajari dan tindak lanjuti tentu kita akan bantu masyarakat untuk mendapatkan pengakuan itu kepada Bupati Kutim,” tutupnya. (Jk)