JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID- Bukan hal yang tabu jika sebuah perusahaan berkonflik dengan masyarakat khususnya Kelompok Tani (Poktan). Bahkan permasalahan itu dibiarkan berlanjut hingga puluhan tahun, bukan tanpa alasan berdasarkan faktanya pihak perusahaan enggan melakukan ganti untung tapi lahan sudah mereka kuasai alias garap. Contohnya problematika yang terjadi antara PT Berau Coal vs Poktan Usaha Bersama Meraang yang terjadi selama bertshun-tahun silam hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.
Diketahui lahan milik Poktan Usaha Bersama Meraang belum sama sekali dilakukan pembebasan alias ganti untung tapi lahan sudah digunakan sebagai jalur hauling sejak puluhan tahun lalu. Mirisnya Poktan Usaha Bersama Meraang sempat dijanjikan kalau lahan mereka akan dibebaskan namun nyatanya nihil, lahan seluas 1.290 hektar itu masih dikuasai PT Berau Coal.
Tak menemui titik terang, Poktan Usaha Bersama Meraang akhirnya menggandeng Pasukan Merah 1001 Mandau dan Sampara. Melalui Koordinator lapangan (Korlap) Sair Lubis menyatakan bahwa Pemerintah Desa Tumbit Melayu mengesahkan kalau lahan seluas 1.290 hektar itu sah milik Poktan Usaha Bersama Meraang.
Bahkan, sambung Lubis, Poktan Usaha Bersama Meraang dihalang-halangi untuk bisa beraktivitas (berladang). Sementara PT Berau Coal masih melenggang bebas menggunakan lahan yang bukan miliknya.
Kekecewaan Lubis pun tak sampai disitu, selain larangan mereka ke lahan, juga janji-janji yang ditawarkan PT Berau Coal.
Kemudian ada mediasi yang difasilitasi DPRD Provinsi namun hasilnya deadlock. Ini kan artinya mereka tidak serius dan tidak melaporkan masalah ini ke pucuk pimpinan mereka di Jakarta,” jelasnya.
Lubis memaparkan, awalnya harga ditawarkan PT Berau Coal Rp.5000 permermeter kepihak Poktan Usaha Bersama Meraang, dari tawaran harga yang diajukan, belum sesuai. Sebab, bertahun- tahun lahan itu sudah dikuasai dan diserobot, bahkan tak pernah ada itikad baik perusahaan untuk berdamai dan bernegosiasi yang sekiranya masuk di akal.
Kami terdiri dari 646 orang anggota dengan luas lahan 1.290 hektar. Lucunya kami datang ke lahan disebut menghalangi aktifitas tambang. Padahal jelas itu lahan milik kami sesuai surat yang di keluarkan pemerintah desa setempat. Lalu mereka yang masih bebas menggunakan lahan kami itu disebut apa,” paparnya.
Dari nilai yang ditawarkan, Lubis membeberkan bahwa selama ia berjuang menuntut haknya sampai ke Kantor DPRD Provinsi . Ia pun berharap, keadilan bagi masyarakat yang direbut haknya oleh perusahaan.
Bisa dihitung bertahun- tahun mereka gunakan tanah kami untuk bisnisnya, bayangkan berapa keuntungan besar yang mereka terima diatas penderitaan kami,” tandasnya.
Senada, Panglima Mandau menegaskan atas permintaan masyarakat ia akan maju dan siap mengawal untuk mendapatkan haknya.
Hingga berita ini diturunkan awak media berusaha menemui pihak PT Berau Coal, namun belum bisa di temui.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan terkait pembebasan lahan, pihaknya sudah tak lagi menerapkan sistem ganti rugi selama kepemimpinannya. Sistem yang dijalankan bahkan menerapkan ganti untung. Hal inilah yang seharusnya dipakai perusahaan dalam menyelesaikan konflik lahan dengan masyarakat. (Jk)