Sekda Ungkap Serapan APBD 2022 Pemkab Kutim Rendah
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, KUTIM – Dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Timur Tahun Anggaran (TA) 2022 sebesar Rp 2,9 triliun hanya 25 persen yang telah terserap atau direalisasikan. Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda), Rizal Hadi, pada kegiatan Coffee Morning, Senin (27/6), Pagi.
Menurut dia, minimnya serapan anggaran tersebut khususnya pada semester I-II menyebabkan kementerian terkait mengevaluasi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Sebab anggaran daerah masih tersedia di bank namun realisasinya rendah.
“Nah, dari pihak kementerian (mengatakan) stok (kas daerah, Red) kita aman tapi serapan anggaran masih minim. Setelah kita koordinasi dengan pihak Bappeda dan BPKAD, mengapa bisa begitu, karena dalam proses perencanaan, pelelangan dan lain sebagainya masih dalam tahapan,” kata Rizal Hadi.
Melalui rapat koordinasi itu, sambungnya, dapat diketahui laporan kegiatan yang telah dan belum dilaksanakan serta hal terkait sehingga tidak menghambat proses dana transfer pemerintah pusat ke kabupaten pada semester III.
Di sisi lain, dia berharap penyusunan program maupun kegiatan dari masyarakat ketika disandingkan dengan usulan dari organisasi perangkat daerah, yang termaktub dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tidak mengalami bongkar pasang.
“Karena dengan sistem informasi pemerintah daerah saat ini tidak memungkinkan itu, kita di bawah pengawasan pusat terutama pihak KPK. Jangan sampai perubahan-perubahan di RKPD itu nanti menyebabkan progam di SKPD tidak berjalan normal maupun lancar,” pungkasnya.
Sementara itu Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH Pokja 30), Buyung Marajo, menilai bahwa tindak tanduk pemerintah daerah sudah jelas-jelas tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) secara periodik. Namun, ketika terjadi ketidaksesuaian antara perencanaan politik dengan pembangunan daerah yang hendak dicapai oleh kepala daerah sebagai wujud komitmennya akan menuai masalah baru.
“Apalagi sekarang, ‘kan, cuman tiga setengah tahun saja. Pemda harusnya membuka lagi itu apa yang ingin disasar selama tiga setengah tahun ini di masa jabatannya (sebagai) kepala daerah,” jelasnya.
Ia pun mewanti-wanti atas rendahnya serapan anggaran tersebut dapat berpotensi menimbulkan belanja yang tidak memiliki prioritas, dan berujung pada praktik bancakan, penyimpangan hingga korupsi.
“Kadang-kadang kita ini banyak uang membangun sesuatu, semua bisa. Tetapi untuk menentukan apakah ini prioritas dan dinikmati masyarakat kabupaten ataukah hanya menghabiskan anggaran,” tutupnya. (Jun)