AdvetorialKutai TimurParlementerTerkini

Sudah Konkret kah Angka Kemiskinan di Kutim, Faizal Rachman Minta Pemkab Harus Investigasi Lapangan

JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID – Sejak tahun 2012 hingga 2021 angka kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) meningkat cukup signifikan dari 8,77 persen naik 9,81 persen. Itu artinya garis kemiskinan di Kutim pada 2021 mencapai 37,780 penduduk Kutim berada dibawah garis kemiskinan. Angka ini didapat dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK), lantas apakah angka itu sudah konkret ?. Hal ini yang menjadi pertanyaan anggota Komisi B DPRD Kutim Faizal Rachman, ia pun meminta agar Pemkab Kutim segera turun kelapangan untuk melakukan investigasi.

“Angka kemiskinan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kutim itu, pemerintah harus menelitinya secara detail, data itu sebenarnya lokusnya (letak) dimana ?. Mengapa terus meningkat angka kemiskinan itu, sehingga pemerintah kesulitan menurunkan angka kemiskinan. Bila lokusnya sudah ditemukan, barulah bisa menentukan programnya,” ujar Politisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Menurutnya, Pemkab Kutim selain melakukan investigasi lapangan juga harus segara melaksanakan konsultasi dan komunikasi dengan pihak BPS Kutim yang melakukan pendataan tersebut. Apakah hasil dari survei sosial ekonomi nasional (Susenas) sudah tepat. “Agar pemerintah tahu titik rawannya itu dimana,” imbuhnya.

Jika ditelisik lebih dalam, Kabupaten Kutim sejak tahun 2019-2020 angka kemiskinan berada ditingkat kedua se Provinsi Kaltim. Lalu pada 2021 angka kemiskinan Kutim berada di posisi ketiga dan berada di posisi 279 peringkat nasional.

Faizal Rachman mengatakan peningkatan itu mengacu pada perhitungan pendapatan per kapita masyarakat per bulan. Berdasarkan hitungan makronya, pendapatan masyarakat dalam kategori per bulan masyarakat miskin adalah di bawah Rp. 600 ribu.

“Jadi, jika satu rumah tangga nilai konsumsi atau nilai uangnya di bawah pendapatannya sampai mencapai angka Rp. 600 ribu itu masuk garis kemiskinan, itu yang kemudian kita kategorikan miskin,” ujar anggota DPRD yang membidangi perekonomian dan keuangan.

Kemiskinan diasumsikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar dalam mengukur tingkat kemiskinan. Dengan begitu, definisi dari penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

“Faktornya apa sehingga terus naik, itu karena kurang atau tidak adanya mata pencaharian yang dimiliki masyarakat sehingga mereka agak sulit memenuhi kebutuhannya,” pungkasnya.

Kemudian apa yang terjadi bila angka kemiskinan terus meningkat. Pria kelahiran 1981 itu menyebutkan tentunya akan memberikan dampak yang kurang baik, stunting misalnya. Angka kemiskinan dapat sangat meningkat bila diiringi dengan angka kemiskinan. Ini menjadi faktor yang dominan sebab tidak dapat memenuhi kebutuhan biaya hidup dan menimbulkan kekurangan gizi.

Untuk menekan angka kemiskinan, Faizal menerangkan ada enam fungsi APBD, sebagai otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dari enam fungsi yang ada itu ada untuk meningkatkan peluang kerja masyarakat dan menjadi stabilitas ekonomi daerah.

“Yang terbaik itu pemerintah harus fokus pada pemenuhan visi misinya yang sudah ditetapkan dan dijalankan gunakan fungsi APBD itu untuk menekan angka kemiskinan,” tandasnya.(adv/jk)

Editor

Menyajikan berita yang aktual dan terpercaya

Related Articles

Back to top button
error: Content is protected !!