Kutai TimurPolitikTerkini

Oposisi, DPC Demokrat Kutim Nyatakan Sikap Tak Jadi Pengusung ASKB Lagi

JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, Kutai Timur – Dalam kehidupan politik negara, tentu tidak asing lagi dengan adanya pihak kawan dan pihak lawan. Pihak lawan atau yang berseberangan dengan pihak otoritas inilah yang disebut sebagai pihak oposisi. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Rakyat (Demokrat) Kabupaten Kutim resmi menyatakan sikap tidak akan menjadi partai pengusung Ardiansyah Sulaiman dan Kasmidi Bulang (ASKB).

Karena telah dianggap berseberangan dengan visi dan misi. DPC Demokrat Kutim memilih untuk menjadi oposisi karena lebih memiliki kemampuan yang fleksibel serta objektif dalam mengawasi dan mengkritik kebijakan pemerintah. Pada konsep pemerintahan demokrasi parlementer dan presidensial maka keberadaan oposisi penting sebagai kelompok pengawas dan pengimbang (check and balances) kebijakan pemerintahan serta eksekutif.

“Peran oposisi dalam suatu pemerintahan sendiri sangat penting dalam mencegah praktik penyalahgunaan kekuasaan yang akan mengarah kepada pemerintahan otoriter,” ujar Ketua DPC Demokrat Kutim, Ordiansyah. Rabu, (22/2).

Berdasarkan surat pernyataan dan fakta integritas Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kabupaten Kutai Timur yang ditandatangani di Jakarta Kantor DPP Partai Demokrat tanggal 29 Juli 2020.
Saran dan masukan masyarakat, Kader, Pengurus dan Anggota DPRD Fraksi Partai Demokrat. Serta berdada hasil evaluasi kinerja pemerintah daerah sampai dengan Februari 2023 oleh DPC Parta Demokrat Kabupaten Kutai Timur menyatakan Partai Demokrat Kutai Timur menilai Pemkab Kutim yang memasuki tahun ke tiga pemerintahannya (dilantik pada tanggal 26 Februari 2021) telah gagal menjalankan visinya untuk menata kutai Timur sejahtera untuk semua.

Mencermati jalannya pemerintahan ini DPC Partai Demokrat Kabupaten Kutai Timur telah melihat kegagalan mencapai visi tersebut, karena kegagalannya dalam menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, seperti asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum, asas pelayanan yang baik, asas keseimbangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas fairplay, asas keadilan dan kewajaran, asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal dan asas Kebijaksanaan.

Beberapa kebijakan yang dianggap bermasalah serius oleh DPC Partai Demokrat Kabupaten Kutai Timur antara lain penyelengaraan anggaran yang dirasa gagal dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi anggaran contohnya, lambatnya anggaran yang diturunkan untuk pembangunan beresiko kegagalan dan tidak selesainya proyek-proyek pemerintah serta terjadinya SILPA sangat besar senilai Rp 362 miliar yang akhirnya merugikan masyarakat.

Penerapan pengelolaan anggaran yang tidak transparan, artinya kalahnya Pemkab Kutim dalam kasus keterbukaan informasi publik tentang Dokumen APBD melawan tuntutan Fraksi Rakyat Kutim (FRK) di Pengadilan. Penyelengaraan anggaran yang tidak prudent, kurang hati-hati dan bijaksana.

“Permintaan pertimbangan hukum pada Institusi penegak hukum untuk rencana multi years contract (MYC) 2023, mencerminkan bahwa patut diduga sebagai upaya mencari pembenaran terhadap kebijakan yang tidak prudent,” ungkap Ordi.

Lalu soal kepastian hukum, gagalnya penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu seperti terjadinya pembiaran pelanggaran hukum yang berakibat terancamnya jiwa masyarakat dan rusaknya lingkungan hidup, contoh kasus penggunaan jalan umum Kabupaten ruas Rantau Pulung-Sangatta untuk hauling batubara perusahaan PT Arkara Prathama Energi /PT BAS.

“Mestinya Bupati bisa tegas ia punya wewenang, kalau ada pembiaran artinya apa,” imbuhnya.

Kemudian, menggunakan instrumen kebijakan untuk berlaku zalim kepada masyarakat. Penerbitan peraturan Bupati tentang tunjangan/insentif untuk Guru Honorer P3K yang menghilangkan hak mereka secara semena mena menggunakan instrumen kebijakan legal (AUTOCRATIC LEGALISM atau AUTORITARIAN LEGALISM).

Ada juga, birokrasi yang bersih dan berwibawa. Pemerintah daerah gagal menyiapkan birokrasi untuk menunjang kinerja pemerintah yang baik. Contoh kasus lambatnya Pemkab Kutim menyusun struktur birokrat yang siap bekerja, penggantian dan kekosongan jabatan yang dibiarkan membuat kewenangan pejabat atas anggaran menjadi bermasalah.

Meningkatnya potensi terjadinya korupsi pada jalannya Pemerintahan Kabupaten Kutai Timur. Turunnya Indeks Integritas Pemda yang dikeluarkan oleh KPK-RE pada 2022 dan 2023. Kerja birokrasi yang tidak profesional di bidangnya, dan tidak kompetennya beberapa pejabat serta ASN Keputusan Lembaga OMBUDSMAN yang memerintahkan Pemkab Kutim menyelesaikan ganti rugi rumah korban banjir Sangatta pada Maret lalu.

“Berdasarkan beberapa latar belakang itu maka kami (DPC Demokrat Kutim) menyatakan penarikan diri dari koalisi partai pengusung pemerintah daerah pasangan Ardiansyah Sulaiman dan Kasmidi Bulang,” tutupnya.(jk)

Editor

Menyajikan berita yang aktual dan terpercaya

Related Articles

Back to top button
error: Content is protected !!