Kutai TimurTerkini

Sengkarut Poktan TDB VS PT KPC, Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Dianggap Ultra Petita, dan OJI Siapa

JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, Kutai Timur – Hasil putusan Pengadilan Tinggi Samarinda dianggap ultra petita, mengapa ? Pasalnya, dasar kemenangan PT KPC di Pengadilan Tinggi Samarinda hanya berdasarkan hasil eksepsi tergugat satu diterima sedangkan eksepsi yang termuat dalam dissenting opinion itu tidak ada didalam eksepsinya. Yang ada didalam eksepsinya itu hanya OJI sedangkan yang dikatakan bahwa pembeli yang beritikad baik itu harus dilindungi Undang-Undang sementara itu bukan atau tidak ada dalam Undang-Undang tapi itu yurisprudensi Mahkamah Agung.

“Kemenangan mereka (PT KPC) itu hanya hasil pertimbangan Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Samarinda saja. OJI itu tidak ada yurisprudensi nya hanya masalah hibah. Pengadilan menerima eksepsi dari PT KPC itu tidak punya dasar jadi eksepsi yang dikabulkan itu keluar dari jalur karena hanya berdasarkan dissenting opinion pendapat pakar hukum minoritas. Didalam pertimbangan musyawarah hakim ini kan ada tiga orang otomatis dari tiga orang ini bermusyawarah memiliki pendapat yang berbeda. Lalu apa dasar mereka memunculkan dissenting opinion jawabnya hanya tidak tahu,” ungkap Pungkas Ketua Kelompok Tani Taman Dayak Basap didampingi kuasa hukumnya Makmur Machmud.

Artinya, jika ditelisik dissenting opinion ini tidak jelas dasarnya. Pihaknya (Poktan TDB) telah mempelajari hasil eksepsi dari tergugat satu (PT KPC) pada Pengadilan Tinggi Samarinda apa yang termuat dalam dissenting opinion tidak masuk akal. Kenapa Poktan TDB menganggap hasil putusan itu ultra petita karena didalam memori putusan kasasi Poktan TDB dissenting opinion yang menjadi dasar pertimbangan dan dikabulkannya atas kemenangan eksepsi dari tergugat satu itu tidak ada masuk dalam eksepsi pada Pengadilan Negeri Sangatta.

“Keluar jalur, eksepsi itu tidak pernah dimunculkan saat di Pengadilan Negeri Sangatta lalu tiba-tiba muncul eksepsi itu di Pengadilan Tinggi Samarinda dan dikabulkan, atas dasar apa itu. Lalu ada dikatakan bahwa lahan itu milik OJI, OJI ini siapa ? OJI ini kan yurisprudensi nya masalah hibah yang punya tanah itu bukan OJI tapi milik negara, tetapi tanah itu dibuka secara perwatasan atau lahan perwatasan tanah garapan merintis sejak tahun 1993,” jelasnya.

Dalam eksepsi Pengadilan Negeri Sangatta tidak pernah membahas itu, lalu mengapa muncul meributkan soal surat kepemilikan. Disinilah terkecohnya atas dissenting opinion tergugat satu kepada Pengadilan Tinggi Samarinda.

“Kami pelajari berulangkali hasil eksepsi Pengadilan Negeri Sangatta dan Pengadilan Tinggi Samarinda itu tidak sinkron. Jadi kesalahan formalitas dasar didalam gugatan itu dimuat dalam eksepsi. Apa itu formalitasnya ? Yaitu pembentukan kelompok tani harusnya itu didalam eksepsi PT KPC di Pengadilan Negeri tidak ada mempermasalahkan kapan terbentuknya Poktan TDB, itulah yang kami anggap ultra petita,” tegasnya.

Hakim memutus diluar dari permintaan tergugat, karena didalam eksepsi tergugat satu tidak pernah membahas pembentukan Poktan TDB, tidak juga membahas mengapa surat baru terbit pada tahun 2019, tidak membahas mengapa lahan itu atas nama Poktan TDB bukan atas nama Pungkas Taman Dayak Basap.

“Karena pertimbangan-pertimbangan itu tidak pernah dimuat dalam eksepsi tergugat satu pada saat di Pengadilan Negeri Sangatta maka tidak boleh dibahas. Inilah dissenting opinion Majelis Hakim membahas, kenapa dibahas karena mereka tahu celahnya. Hanya celah itulah tidak pernah termuat pada putusan Pengadilan Negeri Sangatta,” pungkasnya.

Ia menambahkan, bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Samarinda mengikut ke dissenting opinion sedangkan dasar dissenting opinion itu tidak pernah ada. “Cobalah kaji ulang hasil eksepsi PT KPC apa yang dimuatnya, dan kenapa dimenangkan. Memenangkan hasil dissenting opinion tergugat satu atau memenangkan hasil dissenting opinion Majelis Hakim saja,” tambahnya.

Dalam eksepsinya tergugat satu itu hanya membahas soal alamat yang salah harusnya gugatan ke Jakarta bukan ke S-23, gugatan kabur alias tidak jelas yang menyatakan lahan itu letaknya dimana, kemudian kurang pihak (harusnya menggugat pihak kecamatan) karena yang jadi tim pembebasan lahan itu dari pihak kecamatan, lalu masalah surat kuasa belum diregistrasi padahal faktanya sudah.

“Dalam eksepsinya tidak ada membahas diluar dari jalur itu, lalu mengapa pada saat di Pengadilan Tinggi Samarinda muncul masalah lainnya. Sehingga kami anggap Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda ini keliru. Oleh karena yang berhak menentukan siapa saja yang akan ikut menjadi pihak didalam gugatan itu adalah hak prerogatif dari penggugat yang menunjuk atau memasukkan siapa saja yang akan digugatnya dalam perkara itu,” terangnya.

Disinilah terjadinya silang sengketa dan yang menentukan Mahkamah Agung apakah akan menguatkan hasil pertimbangan Pengadilan Negeri Sangatta atau Pengadilan Tinggi Samarinda. Kalau menguatkan hasil putusan Pengadilan Negeri artinya membatalkan putusan Pengadilan Tinggi, pun sebaliknya.

“Tapi saya rasa Mahkamah Agung jauh lebih paham soal masalah kami ini. Juga Alhamdulillah nomor registrasi perkara kami di Mahkamah Agung sudah terbit mudahan saja tidak akan lama lagi hasil putusan Mahkamah Agung segera keluar,” tandasnya. (JK)

Editor

Menyajikan berita yang aktual dan terpercaya

Related Articles

Back to top button
error: Content is protected !!