Kutai TimurLingkunganPemerintahanSangatta

Sumber Dugaan Pencemaran di Pelabuhan Sangatta, DLH: Harus Diamankan

JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID, Kutai Timur – Usai sepekan melayangkan aduan dugaan pelanggaran lingkungan akibat proyek pembangunan Pelabuhan Sangatta di Kenyamukan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melalui surat bernomor: B-766/2227/DLH-PPKLH/XI/2023. Melibatkan Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Timur dan Forum Pemerhati Masyarakat Pesisir (Fopsir) untuk melakukan verifikasi lapangan.

Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (5/12), siang, di Pelabuhan Sangatta dan Tambak Ikan Bandeng yang dikelola Burhan (54). Saat menyisir terusan yang dikelilingi ekosistem mangrove, Analis Pengamanan Lingkungan DLH, Zainuddin, mengakui ranting pohon bekas pembersihan lahan banyak dijumpai pada area tersebut.

“Terus ada tumpukan ranting (dan) ada tumpukan galian lumpur,” ungkap Zai, sapaan pendeknya, usai berkeliling di dua lokasi yang sudah dilakukan verifikasi.

Menurut Zai, Ranting dan lumpur yang menumpuk dapat menjadi pemicu atas munculnya masalah lingkungan hidup, terutama ketika pasang surut air laut. Kemudian saat berada di Tambak Ikan Bandeng, diketahui jarak dengan aktivitas pembersihan lahan relatif jauh.

“Cuma namanya aliran air itu, kan, bisa ke mana-mana, … tembus ke mana tidak ada yang menghalangi,” terangnya.

DLH, Dinas Perhubungan, PT SACNA, petambak dan Fopsir mengecek terusan yang diduga menjadi sumber pencemaran. (JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID/JA)

Pada kesempatan itu, dirinya melakukan pengujian power of Hydrogen (pH) di luar pintu air tambak, hasilnya yakni 7. Dengan kata lain, nilai pH tersebut menunjukkan kualitas air yang normal. Ia juga mengobservasi setiap sudut tambak dan menyebut dampak proyek pembangunan Pelabuhan Sangatta belum terlalu tampak di sana.

Kendati demikian ia tak menampik apabila mutu air sesudah terpapar dengan kandungan tertentu bakal mengalami perubahan. Pembuktian pun memerlukan pengujian lebih jauh di laboratorium, terutama yang terkait dengan ikan bandeng.

Kondisi ikan milik Burhan, tambahnya, kini masih bisa diselamatkan di tengah potensi masalah lingkungan dengan memasang jaring ke sejumlah titik. Jaringan itu dipasang untuk menangkal masuknya kotoran bekas pembersihan lahan berupa ranting ke tambak.

“Itu adalah proses awal yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menanggulangi dan minimalisir, supaya dampak yang bakal terjadi tidak terjadi, ya,” sebutnya.

Di samping itu, lumpur dan ranting yang menumpuk di kawasan proyek telah ditegaskan pihaknya agar pelaksana pembangunan dalam hal ini PT SAC Nusantara (SACNA), segera mengatasi tumpukan kotoran. Entah diangkut lalu dipindahkan jauh dari area pembersihan lahan, menimbun atau menyediakan sebuah lokasi terpusat sebagai tempat pembuangan sampah.

“Tetap harus diamankan (kotoran hasil pembersihan lahan) supaya tidak sampai tercemar,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Kasi Sarpras Dinas Perhubungan Kutai Timur, Irwan Wahab, mengatakan bakal mengkomunikasikan hasil verifikasi lapangan ke pimpinannya. Utamanya permintaan petambak untuk memasang jaring penghalang dari terusan dan bantuan dalam bentuk tertentu untuk penanggulangan ikan bandeng yang diduga terdampak kotoran.

“Hasilnya yang kita dapat, kita lihat kita sampaikan sama dinas, kemudian apa kira-kira solusinya (nanti) kita sampaikan,” tandasnya.

Sementara itu Site Engineer PT SACNA, Ifan Ramanda, menyebut pihaknya cuma sebagai penyedia jasa yang memenangkan tender dan melaksanakan pembangunan fasilitas pelabuhan. Sehingga segala keputusan maupun pertimbangan terkait proyek tersebut dibicarakan bersama pengguna jasa, dalam hal ini Dinas Perhubungan Kutai Timur.

Salah satunya bantuan untuk menanggulangi tambak ikan bandeng yang dikelola Burhan. Di mana PT SACNA mesti berkoordinasi terlebih dahulu sebelum memenuhi permintaan itu. Sehingga pengalokasian anggaran jadi jelas dan terarah.

“Tidak bisa kita mengeluarkan keuangan itu dengan kondisi yang tidak jelas, harus ada aturan-aturannya,” ujarnya.

Soal mitigasi, pria berkacamata itu mengaku sudah melancarkan serangkaian upaya pencegahan dampak yang sudah dan akan timbul akibat pembangunan. Langkah tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Km 80 Tahun 2019 tentang Rencana Induk Pelabuhan Sangatta Provinsi Kalimantan Timur. Persisnya pada bagian matriks upaya pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sangatta.

Meski begitu sering kali realisasi proyek terkendala banyak soal. Seperti persoalan akses jalan keluar-masuk dari causeway ke luar kawasan Pelabuhan Sangatta. Lantaran ada tiga aktivitas pembangunan secara bersamaan, PT SACNA harus berkomunikasi ke berbagai instansi untuk sekadar menggunakan jalan tersebut. Imbasnya, kotoran sisa pembersihan lahan tak dapat diangkut keluar area proyek.

“Prosedur ini yang membuat kita sedikit kewalahan untuk bisa mengeluarkan hal-hal yang dianggap sampah tadi keluar,” imbuhnya.

Sesudah mengikuti verifikasi lapangan, pengurus Bidang Advokasi Forum Pemerhati Masyarakat Pesisir (Fopsir) Kutai Timur, Erwin Febrian Syuhada, menekankan agar pemerintah mengevaluasi PT SACNA sebagai pelaksana proyek. Mengingat sumber dana proyek berasal dari APBD Kutai Timur.

Menurutnya masalah itu menjadi penting segera tertangani, sebab, dari situ bakal menunjukkan kemampuan penyedia jasa. Utamanya dalam memastikan kepercayaan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tak salah ‘dialamatkan’ kepada PT SACNA.

“Kalau masalah kecil saja belum bisa ditindaklanjuti dengan cepat, ya, gimana masalah yang besar, kan,” katanya.

Petambak ikan bandeng, Burhan (54), saat menyampaikan permintaannya ke DLH Kutai Timur (JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID/JA)

Sebelumnya, Fopsir melayangkan aduan kepada berbagai instansi pemerintah mengenai dugaan pencemaran lingkungan hidup akibat Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Sangatta di Kenyamukan. Karena itu mereka menjembatani petambak ikan bandeng yang berjarak 600 meter dari lokasi proyek itu untuk mendesak berbagai hal.

Desakan tersebut terdiri dari menuntut dispensasi lingkungan dan sosial terhadap petambak yang terdampak pembangunan Pelabuhan Sangatta. Kemudian melakukan pemantauan kualitas air yang dilaksanakan secara rutin di perairan itu, lalu restorasi ekosistem mangrove di kawasan yang terkena dampak pembersihan lahan.

“Kami juga menginginkan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap pengerukkan dan reklamasi yang diduga melanggar aturan sehingga menyebabkan pencemaran air,” tegasnya.

Untuk diketahui, berdasar dokumen profil perusahaan PT SACNA yang termaktub di dalam laman sacnusantara.com, korporasi itu didirikan pada tahun 1971. Dengan tujuan untuk mendukung pemerintah dalam pembangunan. Pesatnya perkembangan dunia perdagangan mendorong konversi lahan untuk keperluan industri baru dan fasilitas pelabuhan, untuk mengatasi peningkatan arus produk. Dari situ pula perusahaan tersebut dibentuk agar mengisi kekurangan kapasitas pengerukan dan reklamasi untuk memenuhi permintaan tadi.

Dalam kurun waktu lebih dari lima dekade sejak berdirinya, PT SACNA memperluas jangkauan kegiatan dan melaksanakan berbagai proyek konstruksi. Dari pengalaman pertama pada tahun 1976 hingga 2023 ini sudah ratusan pekerjaan yang diselesaikan. (JK)

Editor

Menyajikan berita yang aktual dan terpercaya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button