Strategi Pemkab Kutim Turunkan Angka Stunting yang Mencapai 27,5 Persen
JEJAKKHATULISTIWA.CO.ID – Berdasarkan instruksi Presiden RI Joko Widodo pemerintah diminta untuk fokus melakukan intervensi penurunan stunting. Ternyata, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menjadi salah satu kabupaten tertinggi untuk angka stunting, yakni sebesar 27,5 persen berdasarkan data dari survei status gizi Indonesia (SSGI).
Untuk itu, tingkat angka stunting yang masih tinggi harus secara sinergis mendapat preferensi bersama-sama oleh para pihak. Khususnya prioritas dalam penanganan oleh lintas sektor organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Dalam rapat koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang digelar di Aula Bappeda Kutim, Bukit Pelangi, (13/7/2022). Ketua TPPS yang juga Wabup Kutim Kasmidi Bulang menegaskan bahwa momen ini sebagai langkah masa depan, menyangkut tentang upaya mencapai visi Indonesia Emas pada 2045 nanti. Dasar aksi yaitu anak-anak bangsa mengalami stunting yang menganggu tumbuh kembangnya.
“Untuk mengerjakan aksi konkret diperlukan data yang valid. Berdasarkan berbagai data dari DPPKB, Dinkes serta OPD lainnya. Untuk kemudian menjadi dasar pelaksanaan TPPS yang selalu ditekan serta akurat. Untuk mempermudah penanganan stunting maupun pendampingan bagi keluarga berisiko tinggi,” tegasnya.
Bappeda juga diminta menjadi bagian konsentrasi untuk dianggarkan. Karena kalau cuma sekadar rapat saja tidak ada aksi di lapangan pasti tidak akan turun. Maka dari itu, berulang kali Kasmidi meminta agar segera melaksanakan aksi di lapangan. “Jadi semua tim, nanti saya minta seluruh OPD terkait bersama-sama berkoordinasi di lapangan,” imbuhnya.
Karena masih diangka 27,5 persen yang berarti cukup banyak angka yang harus di turunkan. Oleh sebab itu hasil dari Harganas kemarin, Kasmidi Bulang mendeskripsikan kepada tim sekretariat untuk mengundang bapak ibu sekalian, termasuk para camat wajib hadir. Karena kenapa?, karena kegiatan ini konsentrasinya ada di kecamatan.
“Guna penurunan angka Stunting juga melibatkan PKK serta perangkat desa penting untuk dilakukan mengingat sistem perencanaan pembangunan dan sistem pemerintahan yang sudah sangat terdesentralisasi hingga ke level desa,” tambahnya.
Untuk diketahui, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Penyebab anak menjadi Stunting pun beragam, mulai dari kekurangan asupan nutrisi selama proses kehamilan hingga anak lahir, kondisi sanitasi tempat tinggal yang buruk sehingga ibu hamil atau menyusui kesulitan mendapatkan air bersih untuk minum atau kebutuhan mandi-cuci-kakus (MCK), keterbatasan fasilitas kesehatan untuk mendukung kebutuhan ibu hamil, bayi, dan ibu menyusui. Anak-anak terserang infeksi sejak di dalam kandungan atau ketika baru lahir sehingga pertumbuhan tinggi badannya terhambat, perubahan hormon pada ibu hamil atau bayi yang berimbas pada laju pertumbuhan, dan ikatan emosional antara orang tua dan anak kurang kuat.
Lalu bagaimana dengan pencegahannya pada anak saat masa kehamilan, penuhi kebutuhan nutrisinya, lakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala, terapkan perilaku pola hidup bersih dan sehat (PHBS), hindari paparan asap rokok, dan olahraga kecil secara rutin.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.(adv/jk)